iklan

Wednesday, July 13, 2011

Jenjang Karier dan Prestasi Kerja

Dalam halaman ini saya akan membahas dari sepengetahuan saya saja, dari yang saya lihat setiap saat. Bukan berdasar penelitian yang mendalam, ini hanya asumsi saya.
Saya memberi contoh jenjang karir itu dalam sebuah bus yang di awaki oleh sopir, kondektur dan kernet atau kenek. Seorang sopir saya ibaratkan dengan seorang direktur sebuah perusahaan, seorang kondektur saya ibaratkan sebagai bagian keuangan dalam suatu perusahaan, dan seorang kernet sebagai pembantu umum untuk keduanya, semuanya harus saling membantu dan saling mengontrol satu sama lainnya. Saya menemukan hal yang unik dari perjalanan saya setiap saya keluar kota dengan menggunakan bus.
Seseorang dalam sebuah bus mengawali karir dengan menjadi sebuah kernet, saya asumsikan kernet karena saya tahu bahwa kernet adalah seperti karyawan biasa yang hanya menerima upah kecil dan tugas yang tidak terlalu berat, tugasnya hanya membantu penumpang menaikkan barangnya, lalu mencari penumpang. Selain itu dia juga harus berani dalam mencarikan jalan apabila sang sopir ingin mendahului sebuah kendaraan, pasti anda tahu maksud saya (ini hanya untuk bus-bus yang kejar setoran dan ugal-ugalan) maka dari sini saya busa simpulkan bahwa kernet adalah jenjang karir awal dalam sebuah perusahaan atau posisi awal saat masuk kerja. Dia menjadi bawahan dari sopir dan kondektur dalam bekerja. Sedangkan kondektur, saya asumsikan sebagai bagian keuangan dalam sebuah perusaahaan, perusahaan yang baik dan sehat harus memiliki keuangan yang baik, baik dalam hal cash flow, investasi maupun pendanaan agar tetap bertahan dalam menjalankan operasional perusahaan, seorang kondektur di haruskan memiliki ketelitian dalam menghitung semua penumpang yang berdiri maupun yang duduk, menghitung tarif yang sesuai dengan jarak yang di tempuh oleh seorang penumpang. Kadang dia juga membantu kernet mencari penumpang jika keadaan sedang sepi penumpang. Layaknya bagian keuangan perusahaan dia juga menghitung seluruh biaya biaya yang ada, setoran kepada pemilik bus, biaya solar, biaya makan dan minum, biaya buat makelar penumpang di setiap halte bus (yang illegal maupun legal), retribusi atas masuk terminal-terminal d setiap kota, biaya tol, dan lain sebagainya. Dia hitung dengan seluruh pemasukan jika telah sesuai dengan target perusahaan maka dia laporkan kepada sopir bahwa setoran “aman”, tapi jika setoran yang harusnya di dapat belum memenuhi harapan atau bahkan minus dari yang di harapakan, sang kondektur mengisyaratkan untuk “tambah kecepatan” dalam mencari penumpang. Fenomena inilah yang kadang mengakibatkan sopir tidak fokus dan terburu-buru dan akibatnya banyak kecelakaan bus, tapi hal ini tidak akan saya bahas di bab ini. Dalam menjadi bagian keuangan dia di tuntut untuk menjadi seorang yang jujur, teliti, dan bisa berhemat dalam hal anggaran. Biasanya seseorang yang jadi kondektur dulunya adalah seorang kernet, hubungan inilah yang saya sebut sebagai jenjang karir dalam perusahaan. Seorang kernet atau bagian paling bawah jika berprestasi busa menjadi seoranng kondektur yang memiliki tanggung jawab yang lebih tinggi. Keberaniannya saat menjadi kernet berguna untuk menghadapi penumpang yang tidak mau membayar sesuai tarif, berguna saat dia bernego tarif dengan penumpang itu, berguna juga untuk melawan oknum aparat yang menarik retribusi lebih tinggi dari wajarnya, dan untuk hal-hal lainnya. Jika dia bisa berprestasi dengan misalnya setoran selalu tercukupi dia bisa di promosikan sebagai seorang sopir, seorang sopir saya asumsikan sebagai seorang direktur dari sebuah perusahaan, dialah orang yang mengontrol, mengendalikan, mengambil semua keputusan dalam sebuah bus.
Sebuah bus yang besar sangat mirip dengan sebuah perusaahaan yang besar, kita bayangkan saja menyetir sepeda ontel dengan bus pasti rasanya berbeda,(mungkin saya terlalu ekstrem membandingkannya) berbeda dalam artian bahwa dalam sepeda ontel hanya keselamatan jiwa kita saja yang harus kita jaga atau kita perhatikan, tapi di dalam bus kita juga harus menjaga keselamatan banyak orang, para penumpang itu memiliki tujuan yang berbeda, kadang ada yang ingin bersilaturahmi dengan keluarga d kampung,ingin melakukan perjalanan dinas dengan berbisnis, ingin refreshing saja dan sebagainya. Jadi secara tidak langsung sang sopir bertanggung jawab kepada seluruh penumpang dan seluruh keluarga penumpang. Tanggung jawab yang besar inilah yang membuat tidak sembarang orang bisa menempatinya. Seorang sopir harus melalui jenjang karir yang dari bawah sebagai kernet lalu meningkat menjadi kondektur. Dari pengalaman menjadi kernet dan dia mendapatkan keberanian, keberanian yang akan dipakai dalam mengambil sebuah keputusan dengan semua loss and benefitnya, lalu dia bernajak menjadi seorang kondektur, dari tahap ini ketelitian sang “calon sopir” di uji untuk melihat data-data yang tersedia di sekitarnya. Agar dia bisa mencari2 jalan yang terbaik untuk mengantisipasi dan membuat rencana ke depan bagi perusahaannya. Tidak semua berhasil menjalani jenjang karir tersebut, bahkan ada yang sampai bertahun-tahun hanya sebagai kernet saja,atau kadang sudah meningkat ke kondektur tapi seperti “kerasaan” dan tak beranjak dari posisi itu. Karena mungkin sudah bangga memegang uang banyak walaupun bukan uangnya sendiri.
Seorang sopir dibekali keterampilan mengemudi dari sopir terdahulu yang sudah mau pensiun atau akan berhenti, di sela-sela istirahat saat di garasi atau saat memarkir bus di terminal itulah saat belajar sang sopir yang awalnya hanya kernet menjadi kondektur itu. Hal ini bisa di ibaratkan seperti seorang direktur yang menularkan semua ilmunya dalam mengambil keputusan, mengembangkan visi dan misi sebuah perusahaan kepada wakil direkturnya atau kepada seseorang yang dia percaya untuk menggantikannya. Proses belajar mengemudi tidaklah instan dan bukanlah perkara mudah, butuh proses yang berkelanjutan sesuai dengan tingkatannya. Belajar mengemudinya pun harus di tes langsung oleh sopir aslinya, apakah sudah sesuai dengan tahapan-tahapan yang ditetapkan, atau standar-standar dalam mengemudi. Semua itu juga dilakukan agar dapat lancer melalui ujian Kepolisian dalam memperoleh Surat Ijin Mengemudi. Setelah bekal yang dirasa cukup, maka perlahan-lahan sang sopir lama mulai mundur dan mempercayakan semuanya pada sopir baru mantan kondektur tadi dengan tetap memantau keadaan dari jauh.
Semua proses yang ada itu bukan tanpa hasil gagal, kadang hasil gagal pun diterima, karena itu tekad untuk memilih bertahan atau maju itu yang penting, karena tidak semua sopirmu sukses, kadang ada pula yang menabrak atau melanggar lalu lintas hingga SIMnya dicabut dan tidak busa bekerja lagi. Semuanya ini saya sampaikan berdasarkan dari hasil pikiran saya sendiri, tanpa ada penelitian yang mendalam karena saya pernah bertemu seorang kernet yang akhirnya menjadi sopir bus atau dari karyawan biasa menjadi seorang direktur sebuah perusahaan.

No comments:

Post a Comment